Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan tema mengenai konflik dari 1M1C ( 1minggu1cerita). Dari sekian banyak konflik yang ada, hanya konflik dalam rumah tangga saja yang langsung terlintas untuk ditulis. Saya tentu bukan pakar di bidangnya, tapi hanya sekedar sharing saja tentang pengalaman dan beberapa kiat yang memang manjur buat kita berdua.
Beberapa hari sebelumnya pun saya dan suami memang sempat membahas hal ini. Kita berdua sama-sama merasa awal pernikahan terasa lebih intens konfliknya. Seperti orang bilang, masa dua tahun pernikahan adalah masa yang paling berat karena itu adalah masa pengenalan dan menjadi masa ujian untuk suatu hubungan. Hal yang sangat masuk akal memang, karena sebuah pernikahan melibatkan dua kepala, dua hati, dua kepribadian dan latar belakang yang berbeda. Bagaimana mereka bisa saling mengenal dan menyatukan perbedaan itulah yang akan menentukan kemana arah hubungan itu akan berlanjut nantinya.
Untuk gambarannya saja, bisa dibilang awal pernikahan kita adalah masa-masanya saya sering merasa sedih. Apalagi saat itu saya sedang hamil dan secara hormonal mungkin memang butuh perhatian dan jadi lebih gampang bersedih juga. Jika dipikirkan lagi, hal itu dipicu oleh suami yang punya kepribadian pemikir sehingga gampang stress. Keadaan kita yang masih ngekos saat itu , ditambah sulitnya mencari rumah yang sesuai keinginan dan budget membuatnya stress. Keinginan suami saat itu adalah agar semua bisa beres sebelum saya lahiran. Semua tekanan pikirannya saat itu pun tidak disampaikan. Yang ada sikapnya menjadi kurang hangat saat itu.
Contoh konflik selanjutnya adalah saat saya sudah punya anak. Konflik ini pun dipicu juga oleh perbedaan kepribadian. Suami bisa dibilang perfeksionis dan rapi sedangkan saya adalah seorang ibu rumah tangga dengan kondisi punya anak kecil, tanpa ART dan punya standar prioritas yang berbeda. Mengapa tidak punya ART? Karena memang itu pilihan saya saat itu, bahkan sampai sekarang. Karena saya merasa tidak nyaman dan juga tidak terbiasa untuk punya asisten rumah tangga. Suami pun sependapat soal yang satu itu, tapi perhitungannya mengenai manajemen waktu dalam mengatur jalannya rumah tangga dirasa kurang maksimal waktu itu. Dan akhirnya perbedaan pemikiran ini pun memunculkan konflik juga.
Contoh-contoh di atas bisa dibilang beberapa konflik yang kita hadapi. Mungkin tidak seberat konflik pasangan yang lainnya, minimal yang saya tahu ya.. Karena saya sendiri sering menjadi tempat curhat teman dan saudara mengenai hal yang satu ini. Kenyataan yang saya lihat memang para istri sering merasa stuck dan butuh jalan keluar. Yaa...paling tidak butuh didengarkan bukan? Alhasil saya bisa tahu juga konflik yang berbeda di luar sana, mulai dari permasalahan keuangan, kecemburuan,
ketidakpercayaan, amarah yang berlebihan, bahkan urusan kesetiaan. Rasanya memang tak ada rumah tangga manapun yang bisa terlepas dari yang namanya konflik.
Tapi jika dipikirkan saat sekarang ini konflik itulah yang membangun hubungan kita menjadi lebih baik. Kita saling belajar untuk saling mengenal satu sama lain, mengalah dan saling mengerti. Bahkan hubungan setelah konflik biasanya selalu terasa lebih hangat. Untuk sekarang ini pun, kondisi hubungan saya dan suami bisa dibilang lebih stabil. Tentu tetap ada saat-saat kesal dan menyebalkannya. Tapi terasa sudah ada rumusannya sehingga lebih mudah untuk diatasi dan hubungan pun terasa lebih ringan dan menyenangkan.
Kondisi seperti sekarang tentu butuh proses dan usaha. Saya mencoba melihat kembali langkah apa saja yang coba kita jalani dan kita bangun, bukan hanya saat menghadapi konflik namun sebelum konflik itu terjadi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, tapi untuk kali ini saya ingin membahas tentang bagaimana membangun komunikasi bersama pasangan.
Menurut saya, ini adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam pernikahan. Karena komunikasilah yang menjadi awal sebuah konflik, dan sebaliknya bisa menjadi senjata untuk menyelesaikannya. Kebanyakan permasalahan bisa muncul karena kurangnya komunikasi. Membangun komunikasi bukan hal yang bisa sekejap mata dilakukan. Beberapa pasangan bahkan setelah bertahun-tahun menikah masih canggung untuk berkomunikasi. Alhasil saat konflik terjadi, mereka tidak bisa berkomunikasi dengan baik, akhirnya mereka berakhir diam atau dipendam saja. Kalaupun disampaikan tapi dilakukan dengan kurang baik bahkan berujung menyakiti. Untuk itu perlu dibangun hubungan komunikasi yang hangat bahkan mulai dari hal yang kecil. Ada beberapa hal dan kiat yang mungkin bisa dicoba.
Pillow talk
Pillow Talk adalah obrolan bersama pasangan sebelum tidur. Obrolan ini bisa tentang apa saja, mungkin hal-hal yang ringan, berbagi keseharian,ataupun hal yang mengganggu pikiran. Hayuk..cerita saja..entah itu hal yang penting atau receh sekalipun. Dengan kondisi yang rileks saat sebelum tidur, maka obrolan bisa berjalan dengan lebih nyaman. Saling mendengarkan cerita masing-masing semoga bisa menenangkan dan mengobati keletihan setelah hari yang panjang.
Saling berbagi kabar
Berbagi kabar ini biasa saya lakukan lewat whatsapp, telepon bahkan email. Bisa dikatakan kita bisa saling mengetahui kegiatan masing-masing, mulai dari suami sampai kantor, sudah naik shuttle, saya menjemput Qina ke sekolah, sudah sampai di rumah, mau jalan ke mall bahkan mau ke indomaret dekat rumah sekalipun. Saling berbagi kabar membuat yang jauh terasa dekat bahkan membangun rasa perhatian satu sama lain. Tapi hal yang perlu diingat untuk selalu pengertian jika pesan tidak langsung dibalas, atau pun telepon yang tidak diangkat. Karena kondisi pasangan tentu tidak selalu free bukan?
Menyampaikan perasaan tanpa kode
Ketika permasalahan datang, ada masanya saya coba tahan dan lupakan. Ketika ditanya, selalu bilang "tidak apa-apa". Padahal saat wanita bilang tidak apa-apa, artinya apa? Yaa...ada apa-apa, hehe.. Unik ya..tapi memang begitulah sebagian besar wanita, penuh kode dan misteri. Dan sebaliknya, detektif yang diharapkan bisa memecahkan kode itu malah seperti
bebal atau mencoba pura-pura tidak tahu. Entahlah, hanya Allah yang
Tahu.. Akhirnya perasaan wanita yang tertahan itu seperti sampah yang terus tertimbun dan makin membusuk. Sangatlah tidak sehat dan menguras emosi dan perasaan. Walaupun nantinya permasalahan ini akhirnya terselesaikan juga, tapi waktu yang terbuang dengan perasaan tidak enak yang berkepanjangan terasa sia-sia. Bahkan perasaan pun terasa lelah dan terkuras.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengurangi dan menghentikan "permainan detektif" ini. Saya mencoba lebih terbuka jika ada uneg-uneg dan mencoba untuk bicara tanpa pakai kode. Tapi waktu penyampaiannya pun di saat yang tepat seperti di saat kondisi fisik tidak capek dan di saat hanya berdua dan bukan di muka umum.. Selain itu tetaplah menggunakan kata yang baik dan tidak menggunakan kata-kata kasar yang menyakitkan. Ketika disampaikan itulah, minimal suami tahu ada permasalahan dan tidak bisa berkelit lagi dengan pura-pura tidak tahu bukan? Hehe..
Mencari solusi dengan diskusi
Menyampaikan uneg-uneg bukan hanya soal menyampaikan emosi saja, tapi yang terpenting setelahnya adalah keinginan untuk sama-sama mencari solusi. Ketika konflik hanya berpusat pada siapa yang menang atau pun kalah, akhirnya permasalahan pun tidak akan ada habisnya. Yang ada hanya saling debat, saling menyampaikan amarah. Tapi mulailah arahkan pembicaraan ke arah diskusi. Dalam hal ini, kedua belah pihak perlu untuk saling mendengarkan isi hati pasangannya.
Pembicaraan pun bisa dilakukan di saat tenang, saat sedang makan bersama mungkin atau sekedar minum teh bersama. Selain itu, dalam diskusi pun,perlu juga untuk memposisikan diri jika berada pada kondisi pasangan. Sehingga pengertian dan saling memahami bisa tercipta. Dan bisa bersama-sama dengan kepala dingin mencari jalan keluarnya.
Jadi, mulai sekarang jangan cuek, jangan canggung, jangan malu dan jangan ragu membangun komunikasi dengan pasangan yaa...
Pembicaraan pun bisa dilakukan di saat tenang, saat sedang makan bersama mungkin atau sekedar minum teh bersama. Selain itu, dalam diskusi pun,perlu juga untuk memposisikan diri jika berada pada kondisi pasangan. Sehingga pengertian dan saling memahami bisa tercipta. Dan bisa bersama-sama dengan kepala dingin mencari jalan keluarnya.
Jadi, mulai sekarang jangan cuek, jangan canggung, jangan malu dan jangan ragu membangun komunikasi dengan pasangan yaa...
Sekali lagi..
"Konflik bukannya tidak ada, yang ada adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikannya"