Satu bulan yang lalu, saya berkesempatan mengikuti seminar tentang masalah gangguan sensori integrasi pada anak gangguan pendengaran yang dibawakan oleh Dr. Theresia Dyah Arini. Masalah sensori integrasi ini memang bukan hal baru bagi saya. Karena sebelumnya Qina anak saya juga mengalami permasalahan sensori integrasi yang akhirnya ia pun mengikuti sesi terapi sensori integrasi tersebut.
Namun, pada kesempatan kemarin ternyata banyak hal baru yang saya dapatkan. Secara singkatnya materi yang disampaikan itu daging semua. Sehingga saya ingin berbagi ilmu yang saya dapatkan kemaren lewat tulisan ini. Dan ini bukan hanya khusus diperuntukkan bagi anak gangguan pendengaran saja, tapi tentu juga berlaku bagi anak normal lainnya.
Mengenal Sensori Integrasi
Sensori integrasi adalah harmonisasi sistem panca indra dan respon terhadap lingkungan sekitar. Panca indra ini ternyata bukan hanya lima saja seperti yang biasa kita ketahui. Namun ternyata ada tujuh panca indra yang kita miliki, yaitu indra penglihatan, indra peraba, indra penciuman, indra pendengaran, indera pengecap, dan tambahannya adalah proprioceptif dan vestibular system.
Proprioceptif adalah indra yang berhubungan dengan bagaimana otak mengetahui kita berada dimana, contohnya kita bisa mengetahui saat berjalan di jalanan yang kasar atau halus. Sedangkan vestibular system adalah indra keseimbangan tubuh.
Nah, sensori integrasi inilah yang nantinya bisa memproses stimulus yang ada untuk bisa memberikan respon yang tepat. Sebagai contoh adalah apabila seorang anak melihat kompor yang menyala, lalu ia memegangnya. Itulah stimulus yang didapat. Selanjutnya, hal penting di sini adalah bagaimana si anak merespon hal tersebut. Tentu jika sensori integrasinya baik, maka ia akan mengangkat tangan dan si anak juga bisa merasa kesakitan dan bahayanya. Jadi, bila respon yang diberikan si anak tidak maksimal dibandingkan dengan stimulus yang ada, maka bisa dikatakan bahwa anak tersebut mengalami permasalah sensori integrasi.
Perkembangan Sensori Integrasi
Perkembangan sensori integrasi tersebut dapat kita bagi ke dalam beberapa tingkatan, yaitu :
1. Level satu : pada level ini, si anak biasanya mampu merespon stimulus lewat sentuhan, penglihatan, suara dan nyanyian.
2. Level dua : pada level ini indra keseimbangan, proprioceptif dan perabanya mulai berkembang sehingga membangun kewaspadan pada anak.
3. Level tiga : pada level ini anak mulai bisa mendengar dan memahami bahasa sehingga bisa mengkomunikasikannya lewat bicara.
4. Level empat : pada level ini kemampuan akademik dan perilakunya mulai berkembang.
1. Level satu : pada level ini, si anak biasanya mampu merespon stimulus lewat sentuhan, penglihatan, suara dan nyanyian.
2. Level dua : pada level ini indra keseimbangan, proprioceptif dan perabanya mulai berkembang sehingga membangun kewaspadan pada anak.
3. Level tiga : pada level ini anak mulai bisa mendengar dan memahami bahasa sehingga bisa mengkomunikasikannya lewat bicara.
4. Level empat : pada level ini kemampuan akademik dan perilakunya mulai berkembang.
Seperti yang dibahas di atas, terlihat bagaimana sensori integrasi sangat berhubungan dengan komunikasi. Hubungannya adalah sebagai berikut, dimulai dengan hearing atau mendengar, lalu listening yang berarti mulai mencerna atau mendengarkan dengan seksama, setelah itu akan diproses oleh otak dan direspon oleh mulut dan organ bicara yang keluar lewat vokalisasi dan artikulasi.
Jadi, jika ada gangguan pada sensori integrasi pada anak, maka tentu saja akan mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut. Maka apabila kita sudah merasa ada gangguan, seperti anak yang tidak bisa diam, ceroboh dan sering mengalami kecelakaan, terlambat bicara, atau pun tidak bisa duduk tenang atau konsentrasi yang pendek di sekolah. Maka segeralah diobservasi, dan jika diperlukan maka ikutilah terapi sensori integrasi tersebut.
Secara sekilas, terapi yang dijalani terlihat seperti bermain-main saja. Bahkan saat saya melihat Qina megikuti terapi ini, sejujurnya saya merasa tidak terlalu yakin. Namun, ternyata dalam beberapa bulan saja, perkembangan Qina sudah sangat terasa. Wah, seketika saya merasa takjub dan speechless saat itu.
Namun, jika tidak punya kesempatan untuk melakukan terapi, maka bisa melakukan berbagai kegiatan di rumah untuk menstimulasi sistem sensori integrasinya, contohnya :
- Lompat-lompatan di trampolin
- Menggunakan sedotan untuk minum
- Melakukan olahraga
- Menggambar dan mewarnai
- Memasak bersama
- Berenang
- Berjalan di palang keseimbangan
Sekali lagi, kegiatan-kegiatan tersebut memang terkesan bermain-main saja. Namun janganlah meremehkan permainan. Karena terbukti lewat “permainan” itulah anak-anak kita bisa berkembang dengan lebih baik. dan yang terpenting, dalam perkembangannya itu tentu butuh pendampingan apalagi oleh kita para orang tuanya. Semoga kita semua bisa diberikan kesempatan untuk membersamai anak, mendampingi dan menjalani hari demi hari perkembangannya.