Alhamdulillah, 30 hari berpuasa di bulan Ramadhan sudah kita lewati. Semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT dan kita dipertemukan kembali di Ramadhan yang akan datang. Dan selanjutnya, lebaran pun menyambut kita semua. Walaupun tidak semeriah tahun-tahun yang lalu dikarenakan larangan mudik dan penyebaran covid-19 yang masih ada, sehingga kebanyakan umat muslim merayakannya di rumahnya sendiri-sendiri tanpa berkunjung dan bersilaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara. Namun, semoga segala rindu bisa sedikit terobati dengan suara di telepon dan saling menyapa lewat video call. Walaupun kenyataannya sinyal tak selalu bagus, namun semoga hati menjadi hangat selalu.
Walaupun lebaran kali ini berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, namun kenyataannya ada beberapa hal yang saya temukan tak jauh berubah dan berbeda dengan yang dulu. Mungkin tidak semua, namun sepertinya ada beberapa hal yang tidak terlelakkan bagi setiap orang. Hal-hal yang sering kita temui saat lebaran tersebut adalah :
Tergesa-gesa untuk Datang Sholat Ied
Pemandangan orang-orang yang setengah berlari dan terburu-buru menuju lapangan atau mesjid untuk sholat ied bukanlah hal yang asing untuk dilihat. Bahkan saya sendiri pun sering tergesa-gesa, oops.. selalu tergesa-gesa tepatnya, hehe.. Begitu juga dengan kebanyakan peserta sholat ied yang lain pun datang di saat waktu menjelang sholat akan diadakan. Tidak jarang saya temukan yang terlambat dan akhirnya gagal ikut sholat ied.
Jika dicari penyebabnya, beberapa di antaranya adalah jarak tempat sholat yang tidak terlalu dekat. Bahkan saat di kampung dulu, kami harus berjalan 1 km lebih untuk ke lapangan. Namun, kegiatan berjalan pulang dan pergi sholat ied ini dulu menjadi kegiatan yang seru dan menjadi ajang silaturahmi dengan para tetangga. Jika bertemu di jalan, akan saling bersalaman dan bermaafan. Bahkan tak jarang yang mengajak untuk singgah ke rumah mereka. Seruan “Hei.. singgahlah dulu..” menjadi seruan khas yang tentu saja jarang ditemui saat ini. Itu salah satu hal yang menjadi kebiasaan di kampung halaman yang paling saya rindukan.
Penyebab lainnya adalah masalah gantian untuk mandi. Karena harus bersiap secara berbarengan, tidak jarang kamar mandi yang tidak sebanyak penghuni rumah pun menjadi ajang antrian dan saling tunggu. Belum lagi kalau ada keluarga yang datang dan menginap, sehingga menambah anggota di rumah untuk ikut dalam antrian. Sehingga waktu bersiap pun semakin lama.
Penyebab berikutnya adalah karena tidur larut malam. Tidur larut ini disebabkan karena kebiasaan beberes rumah atau kegiatan memasak yang tidak beres-beres bahkan sampai larut malam itu. Akhirnya, saat pagi harinya ketiduran atau telat bangun. Hal ini pun selalu dialami oleh mama saya sendiri. Sudah menjadi kebiasaannya untuk beberes rumah di malam takbiran. Kalau katanya, biar di hari H kinclong sempurna. Si mama memang perfect orangnya kalau urusan ini, hihi.. Ada yang sama seperti mama?
Kue Lebaran Habis oleh Penghuni Rumah
Kehadiran kue lebaran sudah menjadi rutinitas di setiap lebaran. Jika dulu seringkali orang-orang membuat sendiri kue lebarannya, namun sekarang sudah lebih banyak yang membelinya. Kue lebaran pun bermacam-macam ragamnya, mulai dari nastar, sagu keju, kastengel, kue coklat, kacang bahkan juga biskuit. Kehadiran kue lebaran di meja tamu itu pun dapat memeriahkan suasana lebaran itu sendiri.
Namun, walaupun pada awalnya kue lebaran itu adalah sebagai jamuan untuk para tamu, namun kenyataannya sebagian besar kue dihabiskan oleh para penghuni rumah. Bahkan, tak jarang isi toples pun sudah tidak penuh lagi di hari pertama lebaran dikarenakan sudah mulai dicomot satu persatu. Dan inilah salah satu hal yang menyebabkan efek puasa yang bisa menurunkan angka timbangan, bisa berbalik hanya dalam beberapa hari saja. Ayo cung yang timbangannya naik saat lebaran? Hihi..
Silaturahmi ke Rumah yang Dituakan
Silaturahmi saat lebaran tentu adalah salah satu hal yang kerap dilakukan. Namun, biasanya ada beberapa rumah yang menjadi titik kumpul utama para keluarga dan sanak saudara. Biasanya itu adalah rumah orang tua atau anak yang paling tua atau bisa saja dengan alasan lain seperti rumah yang paling strategis. Dengan adanya titik kumpul utama ini mempermudah saudara untuk saling bersilaturahmi tanpa harus mendatangi rumah satu per satu.
Pengalaman berkumpul di satu rumah ini memang hampir selalu kita lakukan sebelum adanya virus covid-19 ini. Tentu ini menjadi satu hal yang dirindukan saat lebaran datang. Dulu saat masih kecil, rumah nenek selalu menjadi titik kumpul. Bertemu para sepupu dan menerima THR adalah kebahagiaan tersendiri bagi kami yang masih anak-anak. Saat sudah dewasa dan merantau, alhamdulillah masih ada rumah tante yang menjadi tempat kita berkumpul. Suasananya masih tetap sama, selalu dipenuhi oleh tawa canda dan ditemani hidangan untuk dinikmati bersama.
Namun, dari berbagai titik kumpul yang pernah saya datangi, ada satu titik yang paling ramai yaitu titik kumpul dari pihak suami. Mereka hampir menerima 200 orang dalam satu rumah, ya..seperti pesta pernikahan. Untuk hidangannya pun juga begitu banyak. Baik saya dan suami pun tidak selalu mengenal para tamu di sana. Namun, pihak tuan rumah memang sudah meniatkan untuk mengakomodasi silaturahmi tersebut, dan Alhamdulillah selalu terbuka jalan rezekinya untuk menjamu begitu banyak orang setiap tahunnya. MasyaAllah..
Mulai dari Enek sampai Mi Instan
Hidangan lebaran yang biasanya begitu banyak selalu dinikmati dengan lahap. Apalagi, kita sudah sebulan menahan lapar saat puasa. Melihat beragam makanan di depan mata pun sering kali membuat kalap. Mulai dari ketupat sayur, opor, ketan sarikayo, rendang, sambal goreng ati dan berbagai hidangan lainnya masuk ke dalam perut. Ditambah lagi beragam kue kering dan sirop yang ikut bercampur di dalamnya. Tak heran jika bahkan di hari kedua lebaran mulai terasa enek dan tidak berselera makan. Rasanya tak sanggup lagi menikmati hidangan yang biasanya masih bersisa dan menunggu untuk dihabiskan.
Akhirnya tak jarang yang membeli makanan di luar seperti makanan cepat saji. Begitu pun di rumah saya saat ini, yang sudah menikmati KFC tadi siang, hihi.. Jika tidak memesan makanan di luar, biasanya mereka akan memasak makanan sederhana, mulai dari ikan asin sampai mi instan. Mi instan memang tidak ada matinya ya..hihi.. Nah, bagaimana di rumahmu?
Hari Pertama Sepi, Hari Berikutnya Tidak lagi
Yang dimaksud sepi di sini adalah kondisi jalanan dan tempat umum. Jika pada hari pertama orang-orang lebih memilih untuk berkumpul di rumah keluarga, namun pada hari-hari selanjutnya mereka akan mulai ke tempat umum seperti tempat wisata, mall ataupun sekedar jalan-jalan keluar. Sehingga tidak jarang, jika hari pertama jalanan akan kosong. Bahkan seringkali orang-orang berfoto di tengah jalan Jakarta saking kosongnya. Namun tidak begitu pada hari selanjutnya, di beberapa tempat biasanya akan ramai dan macet. Tempat wisata pun sangat tidak disarankan untuk didatangi karena biasanya begitu penuh sesak.
Begitulah beberapa hal yang sering ditemui saat lebaran tiba. Ada beberapa hal yang dirindukan. Apalagi hampir tidak terjadi lagi saat masa pembatasan covid-19 ini. Semoga masalah covid ini segera berakhir, dan kita bisa berlebaran seperti dulu lagi.
Akhir kata, selamat hari raya idul fitri.. Mohon maaf lahir dan batin.. Semoga kita dipertemukan lagi dengan lebaran tahun berikutnya dalam keadaan sehat walafiat..😊