Membangun Kesadaran Berbenah dengan KonMari

Apakah kamu pernah merasakan bahwa rumah tidak pernah rapi? Atau ketika selesai beres-beres, tidak lama kemudian kembali berantakan? Rasanya ini menjadi pekerjaan tanpa henti yang menyita banyak waktu, tenaga bahkan juga pikiran kita bukan? Dan itulah yang terjadi dengan saya dulu. 

Walaupun sudah mulai kegiatan beres-beres ini sejak pagi, namun sore harinya , tidak pernah memperlihatkan hasil kerja keras saya hari itu. Bahkan di lain waktu saya mulai melakukan beres-beres dengan cara yang lebih mendetail. Kali ini dimulai dengan satu ruangan, dan dilanjutkan dengan ruangan yang lain. Tapi ketika melanjutkan ke ruangan yang lain, ruangan yang sudah rapi tadi, pelan-pelan kembali berantakan.  Bahkan berbeberapa hari kemudian, rumah kembali seperti sedia kala.
 
Saya sering mempertanyakan hal ini. Dan kenapa ada orang-orang yang rumahnya bisa rapi jali hampir sepanjang hari. Apakah mereka punya waktu yang lebih dari 24 jam? Jelas tidak bukan? Akhirnya demi menghibur diri sendiri, saya akan mencoba mencari alasan, bahwa saya punya anak yang masih kecil yang sepertinya dia punya tugas untuk membuat rumah berantakan. Atau, mungkin karena saya cuma punya dua tangan tanpa bantuan dari asisten rumah tangga. Tapi, alasan demi alasan itu akhirnya buyar karena ternyata ada juga kok yang punya anak bahkan dengan peliharaan dan tanpa bantuan asisten, tapi rumahnya bisa rapi jali. Kalau mereka bisa, seharusnya saya juga bisa bukan?
 
Demi mewujudkan tujuan itu, akhirnya saya membeli buku Marie Kondo, the life-changing magic of tydying up. Dalam buku ini, Marie Kondo menjabarkan tentang seni beres-beres yang bisa mengubah hidup kita. Dan meode yang digunakannya ini akhirnya dinamakan dengan KonMari.
 

Sudah lama saya mendengar tentang metode ini. Tapi tidak pernah mencoba mendalaminya. Karena saya merasa, itu hanya akan menjadi sekumpulan teori dan tips yang tidak jauh berbeda dengan pengetahuan dasar yang kita miliki. Tapi, setelah saya membaca buku ini, akhirnya saya tersadarkan bahwa ternyata anggapan saya selama ini adalah salah. Bahkan setiap lembar buku yang saya baca membangkitkan kesadaran dan semangat saya untuk berbenah. Dan akhirnya sekarang pun kegiatan berbenah ini menjadi hobi yang menyenangkan buat saya. 

Ada beberapa hal penting yang ingin saya bagi tentang bagaimana KonMari ini bisa berbeda dengan cara beres-beres saya dulu. Dan juga menjelaskan alasan mengapa beres-beres saya berakhir tidak efektif. Dan inilah beberapa prinsip dalam Konmari tersebut :

Berbenah secara menyeluruh bukan sedikit demi sedikit

Kegiatan berbenah sedikit demi sedikit ini akan menjadikan kegiatan berbenah akan berjalan terus-menerus dan tanpa henti. Dalam perjalanannya ruangan yang sudah kita bereskan akan kembali berantakan. Akhirnya tak ada hasil yang terlihat. Bukan itu saja, semangat yang tadinya tinggi pun, pelan-pelan akan menurun. 

Untuk itu, yang sesungguhnya dibutuhkan itu adalah hasil yang terlihat dan tentu memuaskan. Dan cara mencapai hal tersebut adalah  dengan berbenah secara menyeluruh bukan sedikit demi sedikit. Hasil yang langsung kelihatan itulah yang nantinya memberikan pengaruh pada pola pikir kita. Bayangkan saja, ketika ruangan kita mengalami perubahan, rapi dan menyegarkan. Ini akan menyentuh hati kita. Dan itulah yang juga saya rasakan. Bahkan saya menjadi tidak tega untuk mengganggu kerapiannya. Inilah efek ketika kita berbenah secara menyeluruh, karena akan memberikan hasil yang terlihat dan membuat kita akan mempertahankan kerapiannya hingga seterusnya.

Kesempurnaan adalah target

Intinya adalah, bahwa rumah tidak akan rapi jika dilakukan setengah hati. Jadi, mulailah mematok target kita dengan kesempurnaan. Dan cara yang ditawarkan oleh Konmari untuk mencapai kesempurnaan itu dengan dua cara, yaitu dengan memutuskan membuang suatu barang atau tidak, dan memutuskan menyimpan dimana. 

Dan berdasarkan pengalaman saya, ketika kita mematok kesempurnaan, kita menjadi lebih berani memutuskan mana barang yang dipertahankan dan barang yang harus direlakan. Karena kalau masih setengah hati, kita akan menjadi tidak tega, dan kembali ke kebiasaan lama yaitu menyimpan dan menumpuk. Akhirnya, kegiatan berbenah kembali jalan di tempat.  

Kebiasaan menyimpan itu sama saja dengan menimbun

Menyimpan itu tampak benar tapi sebenarnya menjerumuskan. Ketika kita berusaha untuk menyimpan barang dalam kotak-kotak penyimpanan, itu sama saja dengan kita meminggirkan barang dan menyembunyikannya. Walaupun tampak rapi, tapi itu hanya ilusi. Lambat laun, kotak penyimpanan pun akan penuh dan menumpuk. Dan tidak jarang, kita akan menmbahkan kotak baru lagi. Dan begitu seterusnya. Akan menjadikan kita seperti menyapu ke bawah karpet. 

Untuk itu, hal pertama yang perlu dilakukan dalam berbenah adalah membuang. Kita perlu menentukan mana barang yang perlu  dipertahankan dan mana yang sudah saatnya dibuang. Barulah setelah itu, kita bisa menata barang-barang terpilih itu.

Memilah berdasakan kategori, bukan lokasi

Berbenah berdasarkan lokasi inilah yang sejak dulu saya lakukan, dan ternyata itu cara yang keliru. Hal ini didasarkan karena kita sering menyimpan barang yang sejenis di berbagai tempat. Salah satu contoh, ketika berniat untuk merapikan meja dan lacinya, kita akan menemukan berbagai benda, seperti alat tulis, kosmetik, senter, selotip dan berbagai barang yang lain. Dan ketika keesokan harinya kita merapikan laci lemari di ruangan lain, kita bisa menemukan barang dengan kategori yang sama seperti sebelumnya. Ini seperti melakukan kegiatan pengulangan. Dan akhirnya barang-barang itu akan tetap menyebar dimana-mana dan kita tidak tahu berapa banyak barang sejenis yang sesungguhnya kita miliki.

Jadi, daripada berbenah berdasarkan lokasi, mulailah berbenah berdasarkan kategori, seperti berbenah pakaian hari ini, dan berbenah buku keesokan harinya. Berbenah berdasarkan kategori ini memang sangatlah penting. Bahkan ada urutan kategori yang disarankan oleh KonMari, yaitu dimulai dengan pakaian, buku, kertas, komono (pernak-pernik), dan terakhir benda-benda bersifat sentimental. Agar kegiatan berbenah berjalan lancar, sebaiknya ikutilah urutan tersebut. 

Setelah kategori sudah ditentukan, maka mulailah kegiatan pemilahan. Dan aturan dasar metode KonMari  mengenai pemilahan ini adalah ambil barang kita satu persatu dan tanyakanlah keada hati kita apakah barang ini membangkitkan kegembiraan ? Jika ya, maka simpanlah, jika tidak maka relakanlah. Pada awalnya mungkin terasa sulit, namun percayalah, semakin lama akan semakin menyenangkan dan ada kelegaan dalam dada kita saat kita berani melepaskan. 

Pakaian

Untuk kategori pertama ini, yaitu pakaian, menurut saya ini memang kategori yang paling mudah dilakukan. Hal pertama  yang dilakukan adalah mengumpulkan semua pakaian pribadi kita di satu tempat, sekali lagi.. semuanya. Dari sana, kita bisa melihat, bahwa ternyata kita memiliki pakaian yang demikian banyak. Dan seringkali kita menemukan pakaian yang sudah kita lupakan. Setelah itu,  peganglah satu demi satu, dan tanyakan kepada hati kita apakah pakaian ini membangkitkan kegembiraan? Jika tidak yakin dengan pertanyaan ini, bisa dibantu dengan apakah saya akan memakainya besok hari? Atau apakah saya ingin melihatnya lagi? Jika jawabannya adalah tidak terlalu ingin atau tidak begitu menggembirakan, maka buang atau donasikanlah. Namun, jika jawabannya ya, maka pisahkanlah untuk nanti ditata kembali. 

Lambat laun, kita akan semakin mudah untuk memilah. Selanjutnya, kita akan menata dan menyimpan pakaian yang sudah dipilih tadi. Dan salah satu cara penyimpanan yang paling efektif dari metode KonMari ini adalah dengan metode melipat. Setelah itu simpanlah dalam posisi berdiri bukan menidurkannya. Hal ini dilakukan selain hemat tempat, juga memudahkan untuk pengambilan. Bayangkan bagaimana kita dulu biasanya menyimpan pakaian dengan menidurkannya. Saat mengambil baju di bawah, bagian atasnya akan menjadi berantakan bukan? 

Buku

Tak jauh berbeda dengan pakaian, letakkanlah semua buku di lantai. Hal ini memang terkadang menimbulkan protes dalam diri kita, kenapa harus dikeluarkan dari rak. Padahal bisa saja kita memilah sambil tetap terpajang di sana. Tapi percayalah, itu tidak efektif. Karena akan berbeda perasaan yang kita rasakan saat melihatnya menumpuk dan saat memegangnya satu persatu. Akan lebih mudah mengevaluasinya. Ini akan membantu kita untuk lebih selektif membedakan mana yang akan dipertahankan dan mana yang akan direlakan. 

Beberapa buku mungkin ada yang menjadi favorit kita, yang akan kita baca berulang kali. Namun ada juga buku yang belum pernah dibaca sekalipun. Jika ada perasaan akan dibaca kapan-kapan, besar kemungkinan itu tidak akan pernah terjadi. Jadi lebih beranilah untuk melepaskan. Karena, buku yang baik pun, di saat kita mendonasikan, atau menjual kembali, insya Allah akan membawa manfaat bagi kita dan orang lain juga tentunya.

Kertas

Untuk kategori yang satu ini bisa dikatakan sedikit lebih merepotkan dibandingkan buku. Karena ternyata kertas itu beragam dan menyebar dimana-mana. Mulai dari kertas sekolah anak, garansi barang, kertas pengumuman, surat kabar bahkan struk belanjaan. Dan ketika dikumpulkan ternyata sangatlah banyak. Dan kenyataan yang harus kita telan, bahwa sesungguhnya hampir semua kertas itu seharusnya dibuang. Bahkan kertas seminar yang kita ikuti, saat kita mengatakan akan mempelajarinya kapan-kapan, sekali lagi kemungkinan itu tidak akan pernah terjadi. 

Jadi pertahankanlah kertas yang benar-benar digunakan, seperti kertas formulir yang harus diisi, surat kontrak atau surat kabar yang akan dibaca. 

Komono (pernak-pernik)

Berbeda dengan kategori-kategori sebelumnya, pernak-pernik ini terdiri dari berbagai macam benda. Dan seringkali, barang-barang ini dikumpulkan tanpa maksud yang jelas. Beberapa contoh adalah suvenir pernikahan yang kenyataannya tidak digunakan, kotak barang elektronik, kabel yang tidak teridentifikasi, barang rusak, dan masih banyak yang lainnya. Dan barang ini menghabiskan banyak ruang di penyimpanan kita. 

Untuk itu, sudah saatnya melakukan pemilahan. Untuk memudahkan pemilahan, beberapa hal bisa kita bagi berdasarkan jenisnya, seperti CD/DVD, alat kosmetik, aksesori, alat elektronik (seperti kabel,kamera, baterai), alat tulis, alat jahit, perlengkapan rumah tangga (seperti detergen, sabun), alat dapur dan lain-lain. 

Barang bernilai sentimental

Ini memang menjadi hal yang paling terakhir dilakukan karena ini barang yang paling sulit dibuang karena bersifat sentimental. Kita menjadi takut, jikalau kita membuang barang tersebut, kita juga membuang kenangan di dalamnya. Padahal kenangan yang memang berharga tidak akan hilang walaupun kita membuang barang yang terkait di dalamnya. 

Selain itu, seringkali barang sentimental ini berakhir dikirim ke tempat lain seperti rumah orang tua. Kotak demi kotak pun akan menumpuk. Dan kotak itu hampir tidak akan pernah dibuka kembali. Dan rumah orang tua pun seperti menjadi gudang penyimpanan saja. Coba kembali memikirkan perasaan mereka. Bukankah mereka juga mendambakan ruangan yang rapi dan indah, bukan ruangan dengan tumpukan kotak-kota kardus.

Jika dalam memilah kenangan ini kita merasa kesulitan, sadarilah bahwa masa lalu ini akan terus bergelayut dalam diri kita. Coba relakanlah dan mulai menata kehidupan dengan lembaran baru agar kita bisa bergerak maju. Ingatlah bahwa rumah yang kita tinggali ini adalah untuk kita sekarang bukan untuk kita di masa lalu. 

Penyimpanan

Setelah proses pemilahan selesai, selanjutnya adalah penyimpanan. Untuk kegiatan yang satu ini hal penting yang harus dilakukan adalah bahwa setiap barang harus memiliki tempatnya sendiri. Karena jika suatu barang tidak memiliki tempat penyimpanan khususnya, akan membuat kita menyimpan secara asal dan akhirnya berlanjut dan inilah yang menjadi cikal bakal rumah kembali berantakan. 

Berbeda halnya jika kita memiiliki tempat yang dikhususkan untuk suatu barang, maka di saat selesai menggunakannya atau di saat menemukan barang tersebut di suatu tempat, kita akan dengan mudah mengembalikannya ke tempat asalnya. Sehingga akhirnya di dalam rumah akan tercipta sistem yang berujung kepada mempertahankan kerapian. Jadi akhirnya kita hanya cukup berbenah sekali, bukan terus menerus tanpa henti seperti sebelumnya bukan?

Begitulah inti dari kegiatan berbenah ala Konmari ini. Ini bukan hanya tentang mencapai kerapian saja, namun juga menyelami kembali perasaan kita terhadap barang yang kita miliki, mengekspresikan rasa syukur akan manfaatnya selama ini, dan juga menata hati dan pikiran kita untuk memulai lembaran baru hidup kita.

Akhir kata, satu hal yang juga sadari adalah bahwa berbenah itu ternyata menyenangkan ya.. Jadi, berbenahlah dan berbahagialah.. 

You Might Also Like

16 komentar

  1. Font-nya enak banget dibaca, Kak. Hihi. Saya juga lagi pelan2 belajar declutering terus tapi krn masih tinggal bareng mertua, jd gak bisa maksimal. Rumah mertua super berantakan karena banyak nimbun barang yg gak perlu bahkan yg udah rusak. Susah juga benahin mindsetnya karena udah bertahun2 hidup kayak gini. Berharapnya sih ketika udah punya rumah sendiri, jd bisa menerapkan secara maksimal hehe. Makasih tulisannya kakk :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah.. ngerti banget perasaannya kak.. Saya pun gitu pas ke rumah orang tua.. Episode pulang kampung biasanya diisi buat bujuk orang tua buat beres-beres dan ngurangin "timbunannya"..hihi.. Btw, terimakasih sudah berkunjung ya kak.. Salam kenal:)

      Hapus
  2. makasih resumenyaaa... baru baca awal2 & belum bisa melanjutkan lagi. tp yg paling bener emang action yaa, ga hanya paham. nah ini PR besarnya 😅😅😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget kak...Yang berat itu emang melaksanakannya ya.. Saya pun sudah lama banget baru bisa "action"..hihi.. Semangat terus ya kak.. :)

      Hapus
  3. Kalau buku aku coba buat jual murah kak, apalagi kalau novel romance yang aku cuma pengen tau isinya aja. Dan pernak-pernik souvenir pernikahan aku lebih sering nggak ambil karena bingung nanti di rumah buat apa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup..betul kak..dulu pun pernah coba dijual, pernah sempat kejual juga di carousel.. Tapi tentu lebih lambat proses "keluar"nya ya..hehe.. Tapi alhamdulillah kejual juga, dan semoga bermanfaat bagi pemilik yg barunya.. Btw, terimakasih sudah berkunjung ya kak,..salam kenal..:)

      Hapus
  4. Ketika pindahan dulu saya sempetin baca buku Marie Kondo, metode konmari-nya sangat membantu terutama kesentil dibagian suka numpuk barang, padahal gak penting.
    Tulisannya bagus mbak. Salam kenal yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba..dikit-dikit lama2 udah banyak aja ya..hehe.. terimakasih sudah berkunjung ya mba..salam kenal jugaa.. :)

      Hapus
  5. Kebetulan suami bukan minimalis tp doi punya semangat kek marie kondo gt, jd ga sulit beres2. Tp kl sm ortu sendiri malah sulit bgt kak. Rumah ortu udah kayak gudang. Dikasih saran jg susah, tar dikira melawan huhuhuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah..asik bgt kalo bisa barengan berkonmari bareng suami ya kak..Tapi untuk orang tua sepertinya kebanyakan memang suka maksimalis ya kak..hehe.. Biasanya punya prinsip "sayang kalau dibuang" atau "udah biarin aja dulu, siapa tahu nanti perlu.." hihi.. tapi tetap semangat ya kak..

      Hapus
  6. halo mbak Vivi salam kenal 😊

    buku ini juga merubah hidupku banget. selain jadi lebih ngerti barang yang memang perlu dan nggak, aku juga jadi sadar apa yang sebenarnya akuperlukan dalam hidup (bukan hanya barang). berkat buku ini juga aku jadi semangat berbenah karena hasilnya sangat bikin tenang jiwa raga hihi

    unfortunetly, karena di rumah orangnya banyak aku nggak bisa begitu ambil keputusan. apalagi ibu selau bilang 'nanti bisa dipakai' 😬 kalo udh keluar kata-kata ini aku udah angkat tangan mbak hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallow mba dea..salam kenal juga ya..😊 terimakasih sudah berkunjung.. Memang lebih berat kalau di rumah banyak orang ya mba.. apalagi yg berbeda prinsip itu orang tua.. oiya, mungkin bisa diajak nonton marie kondo yang ada di youtube atau netflix mba..siapa tahu bisa ikutan tertarik..😊

      Hapus
  7. Mbak vii makasih yaa insight nya, kayak nya aku menemukan hal yg sama karna aku punya anak umur 22 bulan sekarang yg kadang numpahin air minum atau buang mainan. .aku sebenernya gpp nanti kalau dia tidur bisa tak rapikan, tapi aku dirumah ortu dan sepertinya ibuk ku ini tipe yg rapi banget jadi berantakan dikit udah di rapikan, alhasil sama anak ku yaa masih buat mainan lagi.

    Berbenah emang kayak nya harus sekaligus kalau kata orang jawa sih "sekalian pegel e (capek)" gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallow mba alvi.. Iya..setuju banget.. Sekaligus dan biar sekalian capek ya mba.. terimakasih sudah berkunjunga ya mba.:)

      Hapus
  8. Halo Kak Vivi. Di poin 'Kebiasaan menyimpan itu sama saja dengan menimbun' itu jleb banget bagiku. Karena jujur aku tipe org yg suka menyimpan barang lama, dengan dalih, nanti takut diperluin, padahal udah berapa lama kemudian barang2 itu tetep gak digunain. Terima kasih tulisannya udh mengingatkanku lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallow juga kak fitri.. Yup, betul banget kak..dulu juga aku gitu kak..Sayang banget kalau dibuang. Bisa jadi, suatu hari nanti bakal berguna lagi.. Dan "suatu hari" itu ternyata tak pernah datang..hihihi...

      Hapus